PUTUWIDISUIDSUID ADA UNTUK ANDA
Kamis, 15 September 2011
10 ANJING BERBAHAYA
10 jenis anjing yang paling berbahaya
10. Dalmatian
Dalmatian adalah nama jenis anjing yang dikenal dengan warna kulitnya yang putih dengan (pada umumnya) noda-noda hitam. Variasi warna coklat juga kadang ditemukan walaupun jauh lebih jarang. Nama Dalmatian berasal dari Propinsi Dalmatia dari negara Kroasia, yang diperkirakan sebagai asal dari jenis ini. Juga anjing yang sangat agresif terhadap manusia. Sangat aktif dah diperlukan latihan. Mereka memiliki ingatan yang kuat.
9. Boxer
Boxer ialah salah satu ras murni anjing. Dalam klasifikasi anjing ras, Boxer termasuk kelompok anjing pelacak. Mereka kuat dan sanggup berlari di ruang terbuka dalam rentang waktu yang panjang.
Anjing ini disebut demikian karena ia menggunakan kaki depannya untuk memukul bila sedang berkelahi.
8. Presa Canario
Tipe anjing yang keras kepala, sehingga sulit untuk di latih
7. Chow Chow
di perlukan pelatihan yang cukup
6. Doberman Pinschers
anjing ini sangat pintar dan setia, mereka akan menjadi sangat aggresif jika di provokasi, mereka menyerang jika yang dia pikir itu ada berkaitan dengan milik ataupun keluarganya
5. Alaskan Malamutes
tipe anjing yang energik dan aktif
4. Huskies
sangat energik dan pintar
3. German Shepherds
terkenal sebagai anjing yg tak pernah takut dan percaya diri
2. Rottweilers
sangat agresif dan menjadikan dia sebagai anjing penjaga yang bagus
1. Pit Bulls
anjing yang tak pernah takut untuk menjatuhkan lawannya, mempunyai catatan pernah membuat lawannya mati.
Rabu, 15 Juni 2011
SEJUKAN IMAN
Bunga Yang Tidak Pernah Layu
Ada delapan bunga yang menyenangkan Tuhan
Persembahkan kepada Beliau bunga ahimsa
dan pengendalian indria,
Welas asih kepada semua mahluk,
Kesabaran dan kedamaian,
Tapa, meditasi dan terutama kejujuran
Inilah bunga-bunga yang disukai Tuhan
Jalan Menuju Tuhan
Jangan melihat yang buruk,
Lihatlah yang baik.
Jangan mendengarkan yang buruk,
Dengarkan hal yang baik.
Jangan membicarakan yang buruk,
Bicarakan hal yang baik.
Jangan memikirkan yang buruk,
Pikirkan hal yang baik.
Jangan melakukan perbuatan yang buruk,
Lakukan perbuatan yang baik.
Inilah jalan menuju Tuhan
Pintu Gerbang Neraka
Jangan memberi peluang pada sifat-sifat buruk seperti
hawa nafsu, kemarahan, dan keserakahan.
Itu ibarat pintu gerbang neraka.
"Satyam jnanam anantam Brahma"
'Tuhan adalah kebenaran, kebijaksanaan dan keabadian'.
"Janani janma bhmishca svargadapi gariyasi"
'Ibu dan ibu pertiwi lebih mulia daripada surga'
"Matru devo bhava, pitru devo bhava"
'Hormati ibu dan ayahmu sebagai Tuhan'
"Na sukhat labhyathe sukham"
Kebahagiaan tidak dapat diperoleh dari kebahagiaan.
Kebahagiaan hanya timbul jika engkau berhasil mengatasi kesulitan. Kebahagiaan tidak ada nilainya tanpa kesulitan,
sebagaimana terang tidak ada nilainya tanpa kegelapan.
"Yad Bhavam Tad Bhavati"
Sebagaimana perasaanmu, maka demikianlah hasilnya..
"Ekam sat viprah bahudha vadanti"
Kebenaran itu satu, tetapi cendekiawan menyebutnya dengan berbagai nama
"Saha navavatu saha nau bhunaktu,
Saha viryam karavavahai,
Tejawi navadhitamastu,
Ma vidvishavahai"
Semoga Tuhan memelihara kita.
Semoga kecerdasan dan keberanian kita meningkat.
Semoga kita dapat bekerja sama untuk menyadari Tuhan Yang Maha Cemerlang.
Semoga kita hidup dalam persahabatan
tanpa merasa tidak suka kepada yang lain.
Ada delapan bunga yang menyenangkan Tuhan
Persembahkan kepada Beliau bunga ahimsa
dan pengendalian indria,
Welas asih kepada semua mahluk,
Kesabaran dan kedamaian,
Tapa, meditasi dan terutama kejujuran
Inilah bunga-bunga yang disukai Tuhan
Jalan Menuju Tuhan
Jangan melihat yang buruk,
Lihatlah yang baik.
Jangan mendengarkan yang buruk,
Dengarkan hal yang baik.
Jangan membicarakan yang buruk,
Bicarakan hal yang baik.
Jangan memikirkan yang buruk,
Pikirkan hal yang baik.
Jangan melakukan perbuatan yang buruk,
Lakukan perbuatan yang baik.
Inilah jalan menuju Tuhan
Pintu Gerbang Neraka
Jangan memberi peluang pada sifat-sifat buruk seperti
hawa nafsu, kemarahan, dan keserakahan.
Itu ibarat pintu gerbang neraka.
"Satyam jnanam anantam Brahma"
'Tuhan adalah kebenaran, kebijaksanaan dan keabadian'.
"Janani janma bhmishca svargadapi gariyasi"
'Ibu dan ibu pertiwi lebih mulia daripada surga'
"Matru devo bhava, pitru devo bhava"
'Hormati ibu dan ayahmu sebagai Tuhan'
"Na sukhat labhyathe sukham"
Kebahagiaan tidak dapat diperoleh dari kebahagiaan.
Kebahagiaan hanya timbul jika engkau berhasil mengatasi kesulitan. Kebahagiaan tidak ada nilainya tanpa kesulitan,
sebagaimana terang tidak ada nilainya tanpa kegelapan.
"Yad Bhavam Tad Bhavati"
Sebagaimana perasaanmu, maka demikianlah hasilnya..
"Ekam sat viprah bahudha vadanti"
Kebenaran itu satu, tetapi cendekiawan menyebutnya dengan berbagai nama
"Saha navavatu saha nau bhunaktu,
Saha viryam karavavahai,
Tejawi navadhitamastu,
Ma vidvishavahai"
Semoga Tuhan memelihara kita.
Semoga kecerdasan dan keberanian kita meningkat.
Semoga kita dapat bekerja sama untuk menyadari Tuhan Yang Maha Cemerlang.
Semoga kita hidup dalam persahabatan
tanpa merasa tidak suka kepada yang lain.
Selasa, 14 Juni 2011
PELAPISAN SOSIAL MASYARAKAT DESA
MAKALAH SOSIOLOGI PEDESAAN
PELAPISAN SOSIAL DALAM MASYARAKAT DESA
DISUSUN OLEH :
NAMA : I PUTU WIDI REJEKYANA
NIM : D1E010045
KELAS : A
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2011
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita amati adanya perbedaan status dan peranan antar warga, baik di lingkungan keluarga atau pun masyarakat. Dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas perbedaan tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, misalnya ada orang kaya dan ada orang miskin, ada orang yang berkuasa dan ada orang tidak berkuasa, serta ada orang yang dihormati dan ada orang yang tidak di hormati. Gejala di atas menunjukan adanya perbedaan- perbedaan bertingkat dalam masyarakat. Perbedaan bertingkat tersebut dinamakan pelapisan sosial. Pelapisan sosial bersifat umum atau universal artinya selalu di temukan pada setiap kelompok sosial, baik pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Ada beberapa pendapat pakar tentang pelapisan sosial salah satunya adalah Plato, seorang filsuf (pemikir) yunani, mengatakan bahwa masyarakat negara dapat dibedakan menjadi tiga golongan yakni filsuf sebagai pemimpin negara, prajurit sebagai penjamin terlaksana hukum negara, dan rakyat (petani) sebagai warga negara. Adanya perbedaan dalam masyarakat juga di temukan pada murid plato yaitu aristoteles. Ia mengatakan bahwa masyarakat dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu mereka yang kaya sekali, yang melarat dan yang ada diantara keduanya. Pendapat kedua pemikir tersebut mengisaratkan bahwa pada zaman kuno, manusia telah mengenal adanya pelapisan-pelapisan dalam masyarakat dalam wujud perbedaan golongan. Jadi pelapisan sosial itu adalah perbedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal, yang diwujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat dari yang tinggi sampai ke yang lebih rendah.
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimana Pelapisan Sosial Masyarakat Desa ?
II. PEMBAHASAN
A. Pelapisan Sosial
Pelapisan sosial sudah dikenal sejak manusia menjalin kehidupan bersama. Bagaimanapun wujudnya, kehidupan bersama sudah tentu membutuhkan penataan atau organisasi. Dalam rangka penataan masyarakat inilah terbentuk pelapisan sosial. Pada masyarakat yang taraf kebudayaannya relatif rendah maka pelapisan sosial amat terbatas sifatnya. Dalam masyarakat mentawai misalnya, belum ada perbedaan status yang tegas antara warga masyarakat yang satu dengan yang lain. Setiap warga masyarakat menjalani cara hidup yang sama dan statis, yakni berkebun dan berburu. Akibatnya pelapisan sosial hanya terbatas pada penentuan pemimpin dan pihak yang di pimpin. Dalam masyarakat kota, cara hidup sudah mulai dinamis dan majemuk dibandingkan di desa. Bagi masyarakat kota yang relatif modern, pembagian peran atau status dilingkungan kota sudah semakin tegas dan rinci. Misalnya ada karyawan, manager perusahaan, guru, pengacara, hakim, polisi, pedagang dan profesi lainnya. Masing-masing warga masyarakat memiliki profesinya sendiri-sendiri. Akibatnya pelapisan sosial di kota pun semakin beraneka ragam. Apabila kita membandingkan kehidupan masyarakat tradisional dan modern, kita akan memperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Pelapisan sosial dalam masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan-perbedaan tertentu yang menyangkut status diri atau turunan, misalnya atara pemimpin dan rakyat, kalangan terhormat dan jelata, serta golongan bangsawan dan rakyat biasa
2. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin majemuk, pelapisan sosial kemudian didasarkan juga pada pekerjaan yang digeluti (profesi) atau bahkan kekayaan yang dimiliki.
3. Perkembangan masyarakat yang terus berlanjut itu membuat dasar pelapisan sosial semakin beragam juga. Misalnya ada perbedaan berdasarkan aspek intelektual (golongan terpelajar dan bukan terpelajar), politik ( pemerintahan dan rakyat), dan ekonomi (majikan dan pegawai) (Nur Rohman,2010)
B. Pengertian Tentang Desa
Pengertian tentang desa cukup beragam, beberapa tokoh sosiologi pedesaan dan antropologi memberikan pandangan tentang desa. Menurut Koentjaraningrat (1984), bahwa desa dimaknai sebagai suatu komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat. Pemaknaan tentang desa menurut pandangan ini menekankan pada cakupan, ukuran atau luasan dari sebuah komunitas, yaitu cakupan dan ukuran atau luasan yang kecil. Pengertian lain tentang desa dikemukakan oleh Hayami dan Kikuchi (1987) bahwa desa sebagai unit dasar kehidupan kelompok terkecil di Asia, dalam konteks ini “desa” dimaknai sebagai suatu “desa alamiah” atau dukuh tempat orang hidup dalam ikatan keluarga dalam suatu kelompok perumahan dengan saling ketergantungan yang besar di bidang sosial dan ekonomi. Pemaknaan terhadap desa dalam konteks ini ditekankan pada aspek ketergantungan sosial dan ekonomi di masyarakat yang direpresentasikan oleh konsep-konsep penting pada masyarakat desa, yaitu cakupan yang bersifat kecil[3]dan ketergantungan dalam bidang sosialdanekonomi(ikatan-ikatankomunal).
Desa mempunyai ciri atau karakteristik yang berbeda satu sama lain, tergantung pada konteks ekologinya. Pengkajian masyarakat pedesaan memberikan ciri atau karakteristik yang cenderung sama tentang desa. Pada aspek politik, masyarakat desa cenderung berorientasi “ketokohan”, artinya peran-peran politik desa pada umumnya ditanggungjawabkan atau dipercayakan pada orang-orang yang ditokohkan dalam masyarakat. Secara ekonomi, mata pencaharian masyarakat desa berorientasi pada pertanian artinya sebagian besar masyarakat desa adalah petani. Sedangkan dalam konteks religi-kultural masyarakat desa memiliki ciri nilai komunal yang masih kuat dengan adanya guyub rukun, gotong royong dan nilai agama atau religi yang masih kuat dengan adanya ajengan atauKyaisebagaipemukaagama.
Secara historis, desa memerankan fungsi yang penting dalam politik, ekonomi dan sosial-budaya di Indonesia. Di sisi lain, pedesaan merupakan daerah yang dominan jumlahnya di Indonesia, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di daerah pedesaan. Hal ini memberikan implikasi pada banyaknya program pembangunan yang diorientasikan pada masyarakat pedesaan. Dengan demikian, maka kajian mengenai masyarakat desa menjadi suatu hal yang sangat penting dilakukan sebagai kerangka dasar pembangunan nasional. Dua hal penting yang akan menjadi fokus kajian tentang pedesaan dalam kegiatan turun lapang ini yaitu struktur sosial dan dinamika masyarakat pedesaan. Struktur sosial yang dimaksudkan adalah hubungan antar status/peranan yang relatif mantap. Sementara itu, dinamika masyarakat dimaknai sebagai proses gerak masyarakat dalam keseharian, dalam konteks ruangdanwaktu.
Sastramihardja (1999) menyatakan bahwa desa merupakan suatu sistem sosial yang melakukan fungsi internal yaitu mengarah pada pengintegrasian komponen-komponennya sehingga keseluruhannya merupakan satu sistem yang bulat dan mantap. Disamping itu, fungsi eksternal dari sistem sosial antara lain proses-proses sosial dan tindakan-tindakan sistem tersebut akan menyesuaikan diri atau menanggulangi suatu situasi yang dihadapinya. Sistem sosial tersebut mempunyai elemen-elemen yaitu tujuan, kepercayaan, perasaan, norma, status peranan, kekuasan, derajat atau lapisan sosial, fasilitas dan wilayah.
Masyarakat selalu dikaitkan dengan gambaran sekelompok manusia yang berada atau bertempat tinggal pada suatu kurun waktu tertentu. Pengertian ini menggambarkan adanya anggapan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari faktor lingkungannya, baik yang bersifat fisik maupun sosial. Berdasarkan pandangan dari segi sosiologi, hal ini memperlihatkan adanya interaksi sosial antara manusia secara kelompok maupun pribadi. Masyarakat mengutamakan hubungan pribadi antara warganya, dalam arti bahwa masyarakat desa cenderung saling mengenal bahkan seringkali merupakan ikatan kekerabatan yang berasal dari suatu keluarga ”pembuka desa” tertentu yang merintis terbentuknya suatu masyarakat guyub. Pada masyarakat desa terdapat ikatan solidaritas yang bersifat mekanistik dalam arti bahwa hubungan antar warga seakan telah ada aturan semacam tata krama atau tata tertib yang tidak boleh dilanggar jika tidak ingin mendapat sanksi. Adanya tata tertib tersebut sesungguhnya ingin menjaga suatu comformity di kalangan masyarakat desa itu sendiri.
Menurut Geertz (1963) masyarakat desa di Indonesia identik dengan masyarakat agraris dengan mata pencaharian sektor pertanian, baik petani padi sawah (Jawa) maupun ladang berpindah (Luar Jawa). Selain itu, sejumlah karakteristik masyarakat desa yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui yaitu: sederhana, mudah curigai, menjunjung tinggi kekeluargaan, lugas, tertutup dalam hal keuangan, perasaan minder terhadap orang kota, menghargai orang lain, jika diberi janji akan selalu diingat, suka gotong royong, demokratis, religius. Kedudukan seorang dilihat dari berapa luasan tanah yang dimiliki.
C. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status (Susanto, 1993). Definisi yang lebih spesifik mengenai stratifikasi sosial antara lain dikemukakan oleh Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas tinggi dan kelas rendah. Sedangkan dasar dan inti lapisan masyarakat itu adalah tidak adanya keseimbangan atau ketidaksamaan dalam pembagian hak, kewajiban, tanggung jawab, nilai-nilai sosial, dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.
D. Teori Pembentukan Pelapisan Sosial
Diferensiasi dan ketidaksamaan sosial mempunyai potensi untuk menimbulkan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Diferensiasi sosial merupakan pengelompokan masyarakat secara horizontal berdasarkan pada ciri-ciri tertentu. Berbeda dengan ketidaksamaan sosial yang lebih menekankan pada kemampuan untuk mengakses sumberdaya, diferensiasi lebih menekankan pada kedudukan dan peranan.
Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan atau dibentuk secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti apa yang dikemukakan Karl Marx yaitu karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat, konflik sosial, dan hak kepemilikan.
E. Pembagian Kerja
Jika dalam sebuah masyarakat terdapat pembagian kerja, maka akan terjadi ketergantungan antar individu yang satu dengan yang lain. Seorang yang sukses dalam mengumpulkan semua sumber daya yang ada dan berhasil dalam kedudukannya dalam sebuah masyarakat akan semakin banyak yang akan diraihnya. Sedangkan yang bernasib buruk berada di posisi yang amat tidak menguntungkan. Semua itu adalah penyebab terjadinya stratifikasi sosial yang berawal dari ketidaksamaan dalam kekuasaan dalam mengaksessumberdaya.
Menurut Bierstedt (1970) pembagian kerja adalah fungsi dari ukuran masyarakat
a)Merupakansyaratperluterbentuknyakelas.
b) Menghasilkan ragam posisi dan peranan yang membawa pada ketidaksamaan sosial yang berakhirpadastratifikasisosial.
2)KonflikSosial
Konflik sosial di sini dianggap sebagai suatu usaha oleh pelaku-pelaku untuk memperebutkan sesuatu yang dianggap langka dan berharga dalam masyarakat. Pemenangnya adalah yang mendapatkan kekuasaan yang lebih dibanding yang lain. Dari sinilah stratifikasi sosial lahir. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan dalam pengaksesan suatu kekuasaan.
F. Hak Kepemilikan
Hak kepemilikan adalah lanjutan dari konflik sosial yang terjadi karena kelangkaan pada sumber daya. Maka yang memenangkan konflik sosial akan mendapat akses dan kontrol lebih lebih dan terjadi kelangkaan pada hak kepemilikan terhadap sumber daya tersebut.
Setelah semua akses yang ada mereka dapatkan, maka mereka akan mendapatkan kesempatan hidup (life change) dari yang lain. Lalu, mereka akan memiliki gaya hidup (life style) yang berbeda dari yang lain serta menunjukannya dalam simbol-simbol sosial tertentu.
Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan. (Calhoun dalam Soekanto, 1990) adalah sebagai berikut:
1) Ukuran kekayaan, barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya : rumah, kerbau, sawah, dan tanah.
2) Ukuran kekuasaan, barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atas. Contoh: Pak Kades, Pak Carik, Tokoh masyarakat(Tomas).
3) Ukuran kehormatan, orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada maysarakat tradisional.
4) Ukuran pengetahuan, pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Barang siapa yang berilmu maka dianggap sebagai orang pintar.
G. Sifat Sistem Pelapisan Masyarakat
Sifat sistem pelapisan di dalam suatu masyarakat menurut Soekanto (1990) dapat bersifat tertutup (closed social stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dalam suatu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas maupun ke bawah. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran (mobilitas yang demikian sangat terbatas atau bahkan mungkin tidak ada). Contoh masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial tertutup adalah masyarakat berkasta, sebagian masyarakat feodal atau masyarakat yang dasar stratifikasinya tergantung pada perbedaan rasial.
Sistem terbuka, masyarakat di dalamnya memiliki kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan yang di bawahnya (kemungkinan mobilitas sangat besar).
H. Unsur-Unsur Lapisan Masyarakat
Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan masyarakat menurut Soekanto (1990) adalah kedudukan (status) dan peranan (role).
Kedudukan (status) diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestise-nya, dan hak-hak serta kewajibannya. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan,yaitu:
1) Ascribed-status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Pada umumnya ascribed status dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, misalnya masyarakat feodal (bangsawan,kasta)
2) Achieved-status, yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang dapat menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu Assigned status yang merupakan kedudukan yang diberikan. Assigned status sering memiliki hubungan erat dengan achieved stastus.
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Peranan melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis.
I. Mobilitas Sosial
Soekanto (1990) mendefinisikan gerak sosial sebagai suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) menyebutkan ada dua gerak sosial yang mendasar yaitu; pertama, gerak sosial horisontal yaitu peralihan status individu atau kelompok dari suatu kelompok sosial lainnya yang sederajat. Misalnya seorang petani kecil beralih menjadi pedagang kecil. Status sosial tetap sama dan relatif bersifat stabil. Kedua, gerak sosial vertikal yaitu peralihan individu atau kelompok dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat.
Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) menyebutkan bahwa sesuai dengan arahnya gerak sosial vertikal secara khusus dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Gerak sosial vertikal naik (sosial climbing), berupa: masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi yang telah ada sebelumnya atau pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok itu.
2) Gerak sosial vertikal turun (sosial sinking), berupa: turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya atau turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa suatu disintegrasi dalam kelompok sebagai kesatuan.
Menurut Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) mobilitas sosial vertikal mempunyai saluran-salurannya dalam masyarakat. Proses mobilitas sosial vertikal yang melalui saluran tertentu dinamakan sirkulasi sosial. Saluran yang terpenting di antaranya adalah angkatan bersenjata, lembaga keagamaan (menaikkan kedudukan oarang-orang dari lapisan rendah), sekolah (menjadi saluran gerak sosial vertikal bagi orang-orang dari lapisan rendah yang berhasil masuk dari sekolah untuk orang-orang lapisan atas), organisasi politik, ekonomi, keahlian,dan,perkawinan.(Kamaluddin,2009)
III. KESIMPULAN
1. Pelapisan sosial sudah dikenal sejak manusia menjalin kehidupan bersama. Bagaimanapun wujudnya, kehidupan bersama sudah tentu membutuhkan penataan atau organisasi.
2. Pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas tinggi dan kelas rendah.
3. Sifat sistem pelapisan di dalam suatu masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dalam suatu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas maupun ke bawah.
DAFTAR PUSTAKA
Nur Rohman.2010. Pelapisan Sosial Masyarakat Desa dan Kota. Nur87rochman's Blog.htm
diakses tanggal 19 mei 2011
Kamaluddin.2009.Stratifikasi Sosial Masyarakat Desa. file:///F:/makalah%20sosped/stratifikasi-
sosial-dalam-masyarakat.html. Diakses tanggal 19 mei 2011
PELAPISAN SOSIAL DALAM MASYARAKAT DESA
DISUSUN OLEH :
NAMA : I PUTU WIDI REJEKYANA
NIM : D1E010045
KELAS : A
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2011
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita amati adanya perbedaan status dan peranan antar warga, baik di lingkungan keluarga atau pun masyarakat. Dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas perbedaan tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, misalnya ada orang kaya dan ada orang miskin, ada orang yang berkuasa dan ada orang tidak berkuasa, serta ada orang yang dihormati dan ada orang yang tidak di hormati. Gejala di atas menunjukan adanya perbedaan- perbedaan bertingkat dalam masyarakat. Perbedaan bertingkat tersebut dinamakan pelapisan sosial. Pelapisan sosial bersifat umum atau universal artinya selalu di temukan pada setiap kelompok sosial, baik pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Ada beberapa pendapat pakar tentang pelapisan sosial salah satunya adalah Plato, seorang filsuf (pemikir) yunani, mengatakan bahwa masyarakat negara dapat dibedakan menjadi tiga golongan yakni filsuf sebagai pemimpin negara, prajurit sebagai penjamin terlaksana hukum negara, dan rakyat (petani) sebagai warga negara. Adanya perbedaan dalam masyarakat juga di temukan pada murid plato yaitu aristoteles. Ia mengatakan bahwa masyarakat dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu mereka yang kaya sekali, yang melarat dan yang ada diantara keduanya. Pendapat kedua pemikir tersebut mengisaratkan bahwa pada zaman kuno, manusia telah mengenal adanya pelapisan-pelapisan dalam masyarakat dalam wujud perbedaan golongan. Jadi pelapisan sosial itu adalah perbedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal, yang diwujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat dari yang tinggi sampai ke yang lebih rendah.
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimana Pelapisan Sosial Masyarakat Desa ?
II. PEMBAHASAN
A. Pelapisan Sosial
Pelapisan sosial sudah dikenal sejak manusia menjalin kehidupan bersama. Bagaimanapun wujudnya, kehidupan bersama sudah tentu membutuhkan penataan atau organisasi. Dalam rangka penataan masyarakat inilah terbentuk pelapisan sosial. Pada masyarakat yang taraf kebudayaannya relatif rendah maka pelapisan sosial amat terbatas sifatnya. Dalam masyarakat mentawai misalnya, belum ada perbedaan status yang tegas antara warga masyarakat yang satu dengan yang lain. Setiap warga masyarakat menjalani cara hidup yang sama dan statis, yakni berkebun dan berburu. Akibatnya pelapisan sosial hanya terbatas pada penentuan pemimpin dan pihak yang di pimpin. Dalam masyarakat kota, cara hidup sudah mulai dinamis dan majemuk dibandingkan di desa. Bagi masyarakat kota yang relatif modern, pembagian peran atau status dilingkungan kota sudah semakin tegas dan rinci. Misalnya ada karyawan, manager perusahaan, guru, pengacara, hakim, polisi, pedagang dan profesi lainnya. Masing-masing warga masyarakat memiliki profesinya sendiri-sendiri. Akibatnya pelapisan sosial di kota pun semakin beraneka ragam. Apabila kita membandingkan kehidupan masyarakat tradisional dan modern, kita akan memperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Pelapisan sosial dalam masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan-perbedaan tertentu yang menyangkut status diri atau turunan, misalnya atara pemimpin dan rakyat, kalangan terhormat dan jelata, serta golongan bangsawan dan rakyat biasa
2. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin majemuk, pelapisan sosial kemudian didasarkan juga pada pekerjaan yang digeluti (profesi) atau bahkan kekayaan yang dimiliki.
3. Perkembangan masyarakat yang terus berlanjut itu membuat dasar pelapisan sosial semakin beragam juga. Misalnya ada perbedaan berdasarkan aspek intelektual (golongan terpelajar dan bukan terpelajar), politik ( pemerintahan dan rakyat), dan ekonomi (majikan dan pegawai) (Nur Rohman,2010)
B. Pengertian Tentang Desa
Pengertian tentang desa cukup beragam, beberapa tokoh sosiologi pedesaan dan antropologi memberikan pandangan tentang desa. Menurut Koentjaraningrat (1984), bahwa desa dimaknai sebagai suatu komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat. Pemaknaan tentang desa menurut pandangan ini menekankan pada cakupan, ukuran atau luasan dari sebuah komunitas, yaitu cakupan dan ukuran atau luasan yang kecil. Pengertian lain tentang desa dikemukakan oleh Hayami dan Kikuchi (1987) bahwa desa sebagai unit dasar kehidupan kelompok terkecil di Asia, dalam konteks ini “desa” dimaknai sebagai suatu “desa alamiah” atau dukuh tempat orang hidup dalam ikatan keluarga dalam suatu kelompok perumahan dengan saling ketergantungan yang besar di bidang sosial dan ekonomi. Pemaknaan terhadap desa dalam konteks ini ditekankan pada aspek ketergantungan sosial dan ekonomi di masyarakat yang direpresentasikan oleh konsep-konsep penting pada masyarakat desa, yaitu cakupan yang bersifat kecil[3]dan ketergantungan dalam bidang sosialdanekonomi(ikatan-ikatankomunal).
Desa mempunyai ciri atau karakteristik yang berbeda satu sama lain, tergantung pada konteks ekologinya. Pengkajian masyarakat pedesaan memberikan ciri atau karakteristik yang cenderung sama tentang desa. Pada aspek politik, masyarakat desa cenderung berorientasi “ketokohan”, artinya peran-peran politik desa pada umumnya ditanggungjawabkan atau dipercayakan pada orang-orang yang ditokohkan dalam masyarakat. Secara ekonomi, mata pencaharian masyarakat desa berorientasi pada pertanian artinya sebagian besar masyarakat desa adalah petani. Sedangkan dalam konteks religi-kultural masyarakat desa memiliki ciri nilai komunal yang masih kuat dengan adanya guyub rukun, gotong royong dan nilai agama atau religi yang masih kuat dengan adanya ajengan atauKyaisebagaipemukaagama.
Secara historis, desa memerankan fungsi yang penting dalam politik, ekonomi dan sosial-budaya di Indonesia. Di sisi lain, pedesaan merupakan daerah yang dominan jumlahnya di Indonesia, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di daerah pedesaan. Hal ini memberikan implikasi pada banyaknya program pembangunan yang diorientasikan pada masyarakat pedesaan. Dengan demikian, maka kajian mengenai masyarakat desa menjadi suatu hal yang sangat penting dilakukan sebagai kerangka dasar pembangunan nasional. Dua hal penting yang akan menjadi fokus kajian tentang pedesaan dalam kegiatan turun lapang ini yaitu struktur sosial dan dinamika masyarakat pedesaan. Struktur sosial yang dimaksudkan adalah hubungan antar status/peranan yang relatif mantap. Sementara itu, dinamika masyarakat dimaknai sebagai proses gerak masyarakat dalam keseharian, dalam konteks ruangdanwaktu.
Sastramihardja (1999) menyatakan bahwa desa merupakan suatu sistem sosial yang melakukan fungsi internal yaitu mengarah pada pengintegrasian komponen-komponennya sehingga keseluruhannya merupakan satu sistem yang bulat dan mantap. Disamping itu, fungsi eksternal dari sistem sosial antara lain proses-proses sosial dan tindakan-tindakan sistem tersebut akan menyesuaikan diri atau menanggulangi suatu situasi yang dihadapinya. Sistem sosial tersebut mempunyai elemen-elemen yaitu tujuan, kepercayaan, perasaan, norma, status peranan, kekuasan, derajat atau lapisan sosial, fasilitas dan wilayah.
Masyarakat selalu dikaitkan dengan gambaran sekelompok manusia yang berada atau bertempat tinggal pada suatu kurun waktu tertentu. Pengertian ini menggambarkan adanya anggapan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari faktor lingkungannya, baik yang bersifat fisik maupun sosial. Berdasarkan pandangan dari segi sosiologi, hal ini memperlihatkan adanya interaksi sosial antara manusia secara kelompok maupun pribadi. Masyarakat mengutamakan hubungan pribadi antara warganya, dalam arti bahwa masyarakat desa cenderung saling mengenal bahkan seringkali merupakan ikatan kekerabatan yang berasal dari suatu keluarga ”pembuka desa” tertentu yang merintis terbentuknya suatu masyarakat guyub. Pada masyarakat desa terdapat ikatan solidaritas yang bersifat mekanistik dalam arti bahwa hubungan antar warga seakan telah ada aturan semacam tata krama atau tata tertib yang tidak boleh dilanggar jika tidak ingin mendapat sanksi. Adanya tata tertib tersebut sesungguhnya ingin menjaga suatu comformity di kalangan masyarakat desa itu sendiri.
Menurut Geertz (1963) masyarakat desa di Indonesia identik dengan masyarakat agraris dengan mata pencaharian sektor pertanian, baik petani padi sawah (Jawa) maupun ladang berpindah (Luar Jawa). Selain itu, sejumlah karakteristik masyarakat desa yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui yaitu: sederhana, mudah curigai, menjunjung tinggi kekeluargaan, lugas, tertutup dalam hal keuangan, perasaan minder terhadap orang kota, menghargai orang lain, jika diberi janji akan selalu diingat, suka gotong royong, demokratis, religius. Kedudukan seorang dilihat dari berapa luasan tanah yang dimiliki.
C. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status (Susanto, 1993). Definisi yang lebih spesifik mengenai stratifikasi sosial antara lain dikemukakan oleh Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas tinggi dan kelas rendah. Sedangkan dasar dan inti lapisan masyarakat itu adalah tidak adanya keseimbangan atau ketidaksamaan dalam pembagian hak, kewajiban, tanggung jawab, nilai-nilai sosial, dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.
D. Teori Pembentukan Pelapisan Sosial
Diferensiasi dan ketidaksamaan sosial mempunyai potensi untuk menimbulkan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Diferensiasi sosial merupakan pengelompokan masyarakat secara horizontal berdasarkan pada ciri-ciri tertentu. Berbeda dengan ketidaksamaan sosial yang lebih menekankan pada kemampuan untuk mengakses sumberdaya, diferensiasi lebih menekankan pada kedudukan dan peranan.
Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan atau dibentuk secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti apa yang dikemukakan Karl Marx yaitu karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat, konflik sosial, dan hak kepemilikan.
E. Pembagian Kerja
Jika dalam sebuah masyarakat terdapat pembagian kerja, maka akan terjadi ketergantungan antar individu yang satu dengan yang lain. Seorang yang sukses dalam mengumpulkan semua sumber daya yang ada dan berhasil dalam kedudukannya dalam sebuah masyarakat akan semakin banyak yang akan diraihnya. Sedangkan yang bernasib buruk berada di posisi yang amat tidak menguntungkan. Semua itu adalah penyebab terjadinya stratifikasi sosial yang berawal dari ketidaksamaan dalam kekuasaan dalam mengaksessumberdaya.
Menurut Bierstedt (1970) pembagian kerja adalah fungsi dari ukuran masyarakat
a)Merupakansyaratperluterbentuknyakelas.
b) Menghasilkan ragam posisi dan peranan yang membawa pada ketidaksamaan sosial yang berakhirpadastratifikasisosial.
2)KonflikSosial
Konflik sosial di sini dianggap sebagai suatu usaha oleh pelaku-pelaku untuk memperebutkan sesuatu yang dianggap langka dan berharga dalam masyarakat. Pemenangnya adalah yang mendapatkan kekuasaan yang lebih dibanding yang lain. Dari sinilah stratifikasi sosial lahir. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan dalam pengaksesan suatu kekuasaan.
F. Hak Kepemilikan
Hak kepemilikan adalah lanjutan dari konflik sosial yang terjadi karena kelangkaan pada sumber daya. Maka yang memenangkan konflik sosial akan mendapat akses dan kontrol lebih lebih dan terjadi kelangkaan pada hak kepemilikan terhadap sumber daya tersebut.
Setelah semua akses yang ada mereka dapatkan, maka mereka akan mendapatkan kesempatan hidup (life change) dari yang lain. Lalu, mereka akan memiliki gaya hidup (life style) yang berbeda dari yang lain serta menunjukannya dalam simbol-simbol sosial tertentu.
Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan. (Calhoun dalam Soekanto, 1990) adalah sebagai berikut:
1) Ukuran kekayaan, barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya : rumah, kerbau, sawah, dan tanah.
2) Ukuran kekuasaan, barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atas. Contoh: Pak Kades, Pak Carik, Tokoh masyarakat(Tomas).
3) Ukuran kehormatan, orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada maysarakat tradisional.
4) Ukuran pengetahuan, pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Barang siapa yang berilmu maka dianggap sebagai orang pintar.
G. Sifat Sistem Pelapisan Masyarakat
Sifat sistem pelapisan di dalam suatu masyarakat menurut Soekanto (1990) dapat bersifat tertutup (closed social stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dalam suatu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas maupun ke bawah. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran (mobilitas yang demikian sangat terbatas atau bahkan mungkin tidak ada). Contoh masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial tertutup adalah masyarakat berkasta, sebagian masyarakat feodal atau masyarakat yang dasar stratifikasinya tergantung pada perbedaan rasial.
Sistem terbuka, masyarakat di dalamnya memiliki kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan yang di bawahnya (kemungkinan mobilitas sangat besar).
H. Unsur-Unsur Lapisan Masyarakat
Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan masyarakat menurut Soekanto (1990) adalah kedudukan (status) dan peranan (role).
Kedudukan (status) diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestise-nya, dan hak-hak serta kewajibannya. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan,yaitu:
1) Ascribed-status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Pada umumnya ascribed status dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, misalnya masyarakat feodal (bangsawan,kasta)
2) Achieved-status, yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang dapat menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu Assigned status yang merupakan kedudukan yang diberikan. Assigned status sering memiliki hubungan erat dengan achieved stastus.
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Peranan melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis.
I. Mobilitas Sosial
Soekanto (1990) mendefinisikan gerak sosial sebagai suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) menyebutkan ada dua gerak sosial yang mendasar yaitu; pertama, gerak sosial horisontal yaitu peralihan status individu atau kelompok dari suatu kelompok sosial lainnya yang sederajat. Misalnya seorang petani kecil beralih menjadi pedagang kecil. Status sosial tetap sama dan relatif bersifat stabil. Kedua, gerak sosial vertikal yaitu peralihan individu atau kelompok dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat.
Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) menyebutkan bahwa sesuai dengan arahnya gerak sosial vertikal secara khusus dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Gerak sosial vertikal naik (sosial climbing), berupa: masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi yang telah ada sebelumnya atau pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok itu.
2) Gerak sosial vertikal turun (sosial sinking), berupa: turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya atau turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa suatu disintegrasi dalam kelompok sebagai kesatuan.
Menurut Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) mobilitas sosial vertikal mempunyai saluran-salurannya dalam masyarakat. Proses mobilitas sosial vertikal yang melalui saluran tertentu dinamakan sirkulasi sosial. Saluran yang terpenting di antaranya adalah angkatan bersenjata, lembaga keagamaan (menaikkan kedudukan oarang-orang dari lapisan rendah), sekolah (menjadi saluran gerak sosial vertikal bagi orang-orang dari lapisan rendah yang berhasil masuk dari sekolah untuk orang-orang lapisan atas), organisasi politik, ekonomi, keahlian,dan,perkawinan.(Kamaluddin,2009)
III. KESIMPULAN
1. Pelapisan sosial sudah dikenal sejak manusia menjalin kehidupan bersama. Bagaimanapun wujudnya, kehidupan bersama sudah tentu membutuhkan penataan atau organisasi.
2. Pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas tinggi dan kelas rendah.
3. Sifat sistem pelapisan di dalam suatu masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dalam suatu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas maupun ke bawah.
DAFTAR PUSTAKA
Nur Rohman.2010. Pelapisan Sosial Masyarakat Desa dan Kota. Nur87rochman's Blog.htm
diakses tanggal 19 mei 2011
Kamaluddin.2009.Stratifikasi Sosial Masyarakat Desa. file:///F:/makalah%20sosped/stratifikasi-
sosial-dalam-masyarakat.html. Diakses tanggal 19 mei 2011
Langganan:
Postingan (Atom)